Stabat –Tanta Peranginangin, saksi ahli dari KPH 1 Stabat menegaskan, barak milik Suparman di Desa Kwala Langkat, Kecamatan Tanjung Pura, Langkat masuk dalam kawasan Hutan Lindung. Ia mengakui kekeliruannya ini, usai memberikan keterangan di persidangan yang digelar di PN Stabat, Selasa (13/8/2024) siang.
Ia hadir ke PN Stabat sebagai saksi ahli, atas permintaan jaksa penuntut umum (JPU) Jimmy Carter A SH MH dalam perkara Nomor 272/Pid.B/2024/PN Stb. Dimana, perkara ini merupakan perusakan barak milik Suparman yang berada di dalam kawasan hutan.
“Di Kwala Langkat, ada beberapa wilayah kawasan hutan yang mulia. Diantaranya hutan produksi terbatas (HPT), hutan lindung, hutan penggunaan lain (HPT) dan kawasan putih,” kata Tanta kepada majelis hakim yang diketuai Zia Ul Jannah Idris.
Harus Mengurus Izin
Dari cek kordinat di aplikasi GIS kami, kata Tanta, lokasi barak itu berada di kawasan (HPL). Namun begitu pun, bagi masyarakat yang ingin mengusahainya harus memiliki izin dari kementerian. Bagi yang sudah terlanjur mengelola kawasan hutan, juga harus mengurus izin untuk mengelolanya.
Pihak KPH 1 Stabat, juga tak bisa bekerja sendiri menjaga hutan, tanpa adanya dukungan dan bantuan masyarakat. Mengingat, begitu luasnya kawasan hutan di di wilayah kerja mereka, khususnya di Kabupaten Langkat.
Namun, di wilayah Kwala Langkat, KPH 1 Stabat belum ada melakukan kerja sama dengan masyarakat. “Namun, di luar dari pada itu, saya tidak tau yang mulia. Untuk Kwala Langkat, setau saya belum ada masyarakat yang memiliki izin mengelola kawasan hutan yang mulia,” terang Tanta.
Saat dicecar Hukban Sitorus, penasihat hukum (PH) terdakwa Ilham Mahmudi dan Taufik, Tanta terlihat bingun. Ia besikukuh, bahwa lokasi barak di dalam HPL sesuai dengan data aplikasi GIS yang mereka punya, tanpa menunjukkan data-data di dalam persidangan.
“Mumpung kita dipersidangan ini di hadapan tangan Tuhan, coba tunjukkan cara kerja GIS itu. Bagaiman pula caranya hutan lindung bisa berubah jadi HPL,” ketus Hukban kesal.
Kawasan Hutan Lindung
Tanta kemudian menerangkan, terkait peralihan status kawasan hutan, itu merupakan wewenang Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) Kemen LHK. Namun, ia mengaku sudah ke lokasi untuk mengambil kordinat, bersama tim dari Polda Sumut dan Gakkum LHK.
Selain Tanta, JPU juga menghadirkan Aspan, saksi ahli dari Kecamatan Tanjung Pura. Ia merupakan Kepala Seksi Pemerintahan pada kecamatan setempat. Ia memberikan keterangan terkait surat ganti rugi tanah atas nama Suparman yang diterbitkan pihak Kecamatan Tanjung Pura pada tahun 2000 silam.
Usai mendengarkan keterangan dari 2 saksi ahli itu, majelis hakim pun menutup persidangan dan akan dilanjutkan, Kamis 15 Agustus 2024 mendatang. Agendanya, JPU akan menghadirkan saksi lain untuk didengarkan keterangannya.
Saat dikonfirmasi terkait pernyataannya di persidangan, Tanta sempat bersikukuh kalau barak Suparman berada di HPL. Namun, ia kemudian menarik keterangannya itu. Ia akhirnya sepakat, kalau barak Suparman masuk dalam kawasan hutan lindung, seteleh mengkroscek kembali di aplikasi GIS.
“Salah aku bang. Ternyata memang masuk di hutan lindung barak itu bang. Karena kami salah input kordinat kemarin bang. Selisih di desimalnya bg. Makanya lari hasilnya bang. Terima kasih atas koreksinya ya bang. Kalau diperlukan, kami siap memberikan keteranga lagi bang,” tegas Tanta.
Perkara di Polda Sumut
Di persidangan sebelumnya, Suparman, pengusaha perkebunan sawit yang mengaku memiliki lahan itu, turut hadir sebagai saksi. Ia dimintai keterangannya bersama Sarkawi, Syahrial, Pardi dan Bahrum Jaya Pelawi yang juga sebagai pelapor dalam perkara itu.
Saat ditanya hakim terkait status lahan itu, Suparman mengaku jika ia memiliki surat keterangan tanah. Namun ia tak bisa menunjukkannya, dengan dalih legalitas lahannya itu disimpan di rumah.
Demikian dengan Bahrum, ia mengaku diberi kepercayaan oleh Suparman untuk mengelola lahan tersebut. Selama bertahun-tahun, mereka tidak mengetahui kalau areal tersebut merupakan kawasan hutan lindung.
Saat Zia Ul Jannah Idris, Ketua Majelis Hakim menanyakan terkait persoalan hukum di Mapolda Sumut, keduanya membenarkannya. Suparman dan Bahrum mengaku, hal itu terkait operasional excavator (Beko) di dalam kawasan hutan lindung.
Merusak Hutan Bakau
Begitu juga dengan Sarkawi alias Olo, ia membenarkan adanya Beko yang diamankan pihak Polda Sumut. Hal itu berkaitan dengan aktivitas pengelolaan areal perkebunan sawit Suparman pada kordinat 4.01098 LU – 98.48422 BT.
Diketahui, pada Kamis tanggal 21 Maret 2024, sekira jam 15.00 WIB di di Dusun I Desa Kuala Langkat, Kecamatan Tanjung Pura, Langkat Pardi sedang berada sekitar barak. Ia berada sekira 50 meter dari lokasi itu. Kemudian belasan warga datang, diantaranya terdakwa Ilham Mahmudi dan Topik.
Kedatangan mereka, terkait isu mengenai pemilik barak telah melakukan kegiatan yang merusak hutan bakau dengan menggunakan alat berat. Di sana, warga yang terpicu emosinya kemudian merusak barak tersebut.
Akibat dari perbuatannya, Suparman mengalami kerugian materil sebesar Rp50 juta. Perbuatan terdakwa Ilham Mahmudi dan Topik, seperti yang diatur dan diancam pidana dalam Pasal 170 ayat (1) KUHPidana. (Ahmad)