Jakarta – Meilisya Ramadhani mengadu ke Komnas Perempuan dan Komnas HAM, Senin (21/10/2024) siang. Bersama LBH Medan, guru honorer Langkat ini mengadukan dugaan kriminalisasi yang dilakukan Kadis Pendidikan Langkat Saiful Abdi terhadapnya.
Hal ini, juga buntut dari dugan intimidasi dan dugaan kriminalisasi yang terus menghantui 103 guru honorer Langkat. Dimana, mereka menjadi korban dalam dugaan kecurangan seleksi PPPK Guru tahun 2023 di Kabupaten Langkat.
“Kecurangan dan dugaan tindak pidana korupsi dalam penyelenggaraan seleksi PPPK Langkat Tahun 2023 semakin menimbulkan Polemik. Ratusan guru honorer korban seleksi PPPK Langkat saat ini, terus berjuang untuk mendapatkan Keadilan. Baik di Polda Sumut dan Pengadilan Tinggi TUN Medan,” kata Direktur LBH Medan Irvan Saputra.
Ungkap Kecurangan
Namun, perjuangan panjang ratusan guru honorer saat ini terus mendapatkan tantangan dan hambatan. Mulai dari adanya upaya banding yang dilakukan Pemkab Langkat atas dikabulkannya gugatan 103 guru honorer di PTUN Medan. Serta tidak ditahannya 5 tersangka korupsi dan belum ditetapkannya aktor utama sebagai Tersangka dalam kasus PPPK Langkat Tahun 2023.
Tak hanya itu, saat ini Meilisya yang mengungkap kecurangan dugaan kecurangan tersebut, malah dilaporkan ke Mapolres Langkat atas dugaan tindak pidana pemalsuan. Pelapornya senidiri, merupakan kuasa hukum Kadis Pendidikan Langkat.
Meilisya merupakan guru honorer SMP N 1 Tanjung Pura Langkat yang mengungkap kecurangan dan dugaan tindak pidana korupsi. Hal itu diketahui Meilisya, ketika adanya nilai seleksi kompetensi teknis tambahan (SKTT) dalam pengumuman kelulusan yang ditanda tangani Plt Bupati Syah Afandin.
Diinformasikan, dalam seleksi PPPK Langkat tahun 2023 tidak ada jadwal dan kegiatan SKTT. Akibat adanya pengumuman tersebut, 103 guru honorer dinyatakan tidak lulus dalam seleksi tersebut. Seyogianya, para guru yang dinyatakan tidak lulus, justru mendapatkan nilai yang tinggi dan sesuai passing grade.
Anehnya lagi, salah seorang guru bernama Dinda Nurfan mendapatkan nilai CAT tertinggi dalam formasi guru se-Kabupaten Langkat. Saat itu, Dinda mendapat skor 601. Namun dinyatakan tidak lulus, dikarenakan adanya penambahan nilai SKTT yang tak pernah mereka ikuti.
Praktik Suap
“Beranjak dari adanya kejanggal terhadap pengumuman Plt Bupati itu, Meilisya dan para guru melakukan investigasi. Alhasil, ditemukan banyaknya kecurangan dan dugaan tindak pidana korupsi dalam kasus PPPK Langkat,” tutur Irvan.
Seperti adanya SKTT yang tidak berdasarkan aturan hukum alias di selundupkan. Kemudian adanya dugaan guru-guru ‘siluman’ yang tidak pernah mengajar, namun lulus PPPK guru. Sementara, guru ‘siluman’ ini terdaftar di Dinas PUPR Kabupaten Langkat.
Parahnya lagi, juga ditemukan adanya dugaan praktik suap dengan nilai yang fantastis. Bandrolnya, sekira Rp40juta hingga Rp80 juta untuk meluluskan guru yang mengikuto seleksi PPPK Langkat. Hal ini lah yang mendasari 103 guru honorer Langkat membuat laporan ke Mapoldasu.
Atas laporan itu, Polda Sumut telah menetapkan 5 orang tersangka. Diantaranya Kepala Dinas Pendidikan Langkat Siaful Abdi, Kepala BKD Langkat Eka Depari, Kasi Kesiswaan SD Disdik Langkat Alek Sander, dan dua oknum kepala sekolah bernama Rohayu dan Awaluddin. Namun kelimanya tidak ditahan dengan alasan mereka koperatif.
“Atas adanya upaya kriminalisasi tersebut, Meilisya membuat pengaduan/laporan secara langsung ke Komnas HAM dan Komnas Perempuan. Hal ini dilakukannya guna mendapatkan keadilan dan kedepannya tidak ada lagi guru-guru yang berjuang diintimidasi dan dikriminalisasi,” tegas Irvan.
Periksa Plt Bupati Langkat
LBH Medan selaku kuasa hukum Meilisya dan ratusan guru honorer Langkat, membenarkan jika mereka ikut seleksi PPPK Langkat tahun 2023 dan dinyatakan lulus. Kemudian Meilisya mengundurkan diri dikarenakan mengikuti kontestasi politik yang didaftarkan oleh partai PKS.
Pengunduran diri tersebut diamini oleh Plt Bupati Langkat Syah Afandin secara hukum sebagaimana berdasarkan Pengumuman Nomor:810-407/BKD/2024 Tentang Pembatalan Kelulusan Pelamar PPPK Formasi Tahun 2023 Di Lingkungan Pemerintahan Kabupaten Langkat tertanggal 19 Februari 2024 dengan berdasarkan adanya surat pengunduran diri Meilisya tertanggal 26 Desember 2024.
Kemudian Pelapor bukan ASN atau perwakilan dari pemerintah Kab. Langkat tetapi mengatakan korbannya Negara. Parahnya bukti yang diajukan diduga dengan cara membobol data pribadi Meilisya. Hal tersebut terlihat ketika surat pernyataan tersebut hanya bisa di lihat oleh Meilisya dan Panselda atau BKD. Tetapi bisa ada dengan Pelapor.
Maka, hal ini jelas menguatkan adanya upaya kriminalisasi terhadap Meilisya dan tindak tersebut juga telah bertentangan dengan UU Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi.
LBH Medan menilai jika pelaporan terhadap Meilisya adalah bentuk nyata kriminalisasi dan intmidasi terhadap para guru yang terus menyuarakan kecurangan dan dugaan tindak pidana korupsi dalam seleksi PPPK Langkat.
Oleh karena itu patut secara hukum Meilisya membuat pengaduan/laporan ke Komnas HAM dan Komnas Perempuan guna mendapatkan keadilan.
LBH Medan juga mendesak Polda Sumut untuk segara menahan ke-5 Tersangka. Serta segera memeriksa mantan Plt Bupati Langkat dan Sekda Kabupaten Langkat. Karena, LBH Medan menduga adanya keterlibatan keduanya dalam kasus PPPK Langkat Tahun 2023. (Rel-LBH Medan)