Besitang – Pekerja di PT Kasmo Pramono Utama (KPU) terkesan seperti sapi perah. Tak satupun dari mereka yang menggunakan alat pelindung diri (APD). Pencari nafkah di sana, juga dikabarkan tidak terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan.
Selain soal limbah, korporasi pengolahan kayu ini juga terkesan acuh denga hak-hak pekerjanya. Tanpa APD, mereka berhadapan lansung dengan gergaji selendang (Bandsaw) yang setiap saat bisa patah.
“Mana ada kami di sini dikasih alat pelindung. Mungkin bekingnya kuat, makanya seperti ini. Tapi kami juga butuh nafkah, makanya tetap dilakoni,” kata salah seorang pekerja, Selasa (1/7/2025) sembari meminta hak tolaknya.
Tak hanya itu, para pekerja kasar di sana juga tidak mengantongi BPJS Ketenagakerjaan. Diamana, pihak perusahaan semestinya memfasilitasi pekerjanya dengan program jaminan sosial tersebut.
Berkelit dan Arogan
Darmansyah, humas PT KPU belum memberi tanggapan terkait hal ini. Namun sebelumnya ia mengatakan kalau perusahan tersebut tidak menghasilkan limbah. Residu produksi kayu di sana, dikatakannya steril dan layak dibuang ke saluran air di pemukiman warga.
“Gak ada limbah, itu air dari proses produksi. Kami rutin melakukan pengujian dan punya kolam-kolam penampungan. Kapan rupanya abg ke pabrik, jangan Cuma dengar cakap dar orang lain. Ngopilah kita bg, biar enak kita diskusi,” ketus Darmansyah terkesan berkelit dan arogan.
Ucapan Darmansyah ini terkesan kontradiktif. Ia mengatakan tidak ada limbah. Namun di sisi lain, ia menerangkan bahwa, pihaknya kerap melakukan pengujian dan punya beberapa kolam limbah.
Sementara DS, oknum DPRD Langkat yang disebut-sebut sebagai beking di sana enggan berkomentar terkait hak pekerja di sana. Ia melemparak hal ini ke rekannya sesama Komisi A.
“Saya lg fokus fitnah ni silahkan kan kordinasi ke pak aga. Kerna masyarakat awalnya ngadu ke beliau. Dan ke ketua komisi ya bg. Tgl 9 mungkin kita rdpkan fitnah tersebut bersama kepolisian. Sibuk sya ngurusnya akhirnya kenak fitnah,” kata DS via pesan WhatsAppnya, tanpa menerangka hasil sidak beberapa wkatu lalu.
Rusak Ekosistem
Sebelumnya diberitakan, PT KPU terkesan tak tersentuh hukum. Perusahaan pengolah kayu ini, dikabarkan secara masif mencemari lingkungan. Korporasi di Dusun I B Suka Mulia, Desa Halaban, Kecamatan Besitang, Langkat ini disebut-sebut dibekingi oknum wakil rakyat.
“Sepertinya kuat beking pabrik itu. Warga menduga, ada peran anggota DPRD Langkat berinisial DS yang melindungi dan membekapnya,” kata Rabial, warga setempat saat dikonfirmasi, Senin (30/6/2025) sore.
Limbah PT KPU terus mengalir melintasi pemukiman waraga selama sebulan belakangan. Tapi, pihak pabrik dan dinas terkai serta aparat penegak hukum (APH) tidak bergeming.
Meski oknum Anggota DPRD Langkat berinisial DS sudah melakukan sidak, namum lingkungan masih tercemar. Kedatangan legislator ini, disinyalir hanya sebagai formalitas.
Bahkan terkait hal ini, beberapa waktu lalu pernah digelar RDP di DPRD Langkat. Namun hanya pihak perusahaan yang hadir, tanpa ada warga yang dilibatkan.
“Pabrik harus menghentikan pencemaran ke areal pemukiman masyarakat. Perusahaan juga harus menormalisasi aliran sungai dan bertanggungjawab atas matinya ekosistem di keramba masyarakat,” tegas Rabial dan warga lainnya.
Sanksi Pidana
Selain itu, warga setempat juga meminta agar perusahaan mengatasi asap dari cerobong boiler yang menyebabkan polusi. Mereka juga meminta agar humas di pabrik tersebut yang terkesan arogan.
Sejatinya, terdapat sanksi pidana bagi perusahaan yang mencemari lingkungan. Seperti yang tertaung Pasal 98 ayat (1) UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH).
Dimana, Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 10 tahun dan denda paling sedikit Rp3 Miliar dan paling banyak Rp10 Miliar.
Sementara, pada Pasal 88 ayat (1) UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyatakan, setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, moral dan kesusilaan, dan perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama.
Pada Pasal 55 UU Nomor 14 Tahun 2011 tentang BPJS menegaskan tentang sanksi pidana. Dimana, pemberi Kerja yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) atau ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 tahun, atau pidana denda paling banyak Rp1 Miliar. (Ahmad)